Sabtu, 12 Oktober 2013

sugar glider/tupai terbang

sugar glider (Petaurus breviceps) adalah kecil, omnivora, arboreal meluncur possum milik infraclass berkantung. Nama umum mengacu pada preferensi untuk makanan nectarous bergula dan kemampuan untuk melayang di udara, banyak seperti tupai terbang [5] Karena evolusi konvergen, mereka memiliki penampilan dan kebiasaan ke tupai terbang sangat mirip, tetapi tidak terkait erat. [6] nama ilmiah, Petaurus breviceps, diterjemahkan dari bahasa Latin sebagai "pendek berkepala tali-penari", sebuah referensi untuk akrobat kanopi mereka.. [7]

  sugar glider adalah asli ke timur dan utara daratan Australia, dan diperkenalkan ke Tasmania. Hal ini juga berasal berbagai pulau di wilayah tersebut.


Distribution and habitat

ugar glider dapat ditemukan di seluruh bagian utara dan timur daratan Australia , dan [ 8 ] di Tasmania , Papua New Guinea dan beberapa pulau terkait , Kepulauan Bismarck , Louisiade Archipelago, dan pulau-pulau tertentu di Indonesia , Halmahera Kepulauan Maluku Utara. The sugar glider diperkenalkan ke Tasmania pada tahun 1835 . [ 9 ] Hal ini didukung oleh adanya sisa-sisa kerangka dalam deposito tulang subfossil dan kurangnya nama Aborigin Tasmania untuk hewan . [ 10 ] Mereka dapat ditemukan di hutan mana ada adalah pasokan makanan yang cocok , tetapi sebagian besar biasanya ditemukan di hutan dengan pohon-pohon eucalyptus . Menjadi malam hari , mereka tidur di sarang mereka di siang hari dan aktif di malam hari . Selama malam mereka berburu serangga dan vertebrata kecil, dan memberi makan pada getah manis spesies tertentu eucalyptus , akasia dan karet pohon . [ 5 ]Mereka arboreal , menghabiskan sebagian besar hidup mereka di atas pohon . Ketika habitat yang cocok yang hadir , sugar glider dapat dilihat 1 per 1.000 meter persegi , asalkan ada cekungan pohon tersedia untuk berlindung. [ 5 ]

Appearance and anatomy

The sugar glider memiliki tubuh seperti tupai dengan panjang , sebagian ( lemah ) [ 11 ] dpt memegang ekor . Pada laki-laki lebih besar daripada betina dan memiliki patch botak di kepala dan dada mereka, panjangnya dari hidung hingga ujung ekor sekitar 24 sampai 30 cm ( 12-13 inci , tubuh itu sendiri adalah sekitar 5-6 inci . ) . Sebuah sugar glider memiliki tebal , mantel bulu lembut yang biasanya biru - abu-abu, beberapa telah diketahui kuning, cokelat atau ( jarang ) albino [ a] Sebuah garis hitam terlihat dari hidung hingga tengah di punggungnya. . Perut , tenggorokan , dan dada adalah krim dalam warna .Menjadi nokturnal , mata yang besar membantu untuk melihat di malam hari , dan telinga putar untuk membantu menemukan mangsa dalam gelap .Ia memiliki lima digit pada setiap kaki , masing-masing memiliki cakar , kecuali untuk kaki saling berlawanan pada kaki belakang . Juga pada kaki belakang , angka kedua dan ketiga sebagian syndactylous ( menyatu bersama-sama ) , membentuk sisir perawatan [ 11 ] Fitur yang paling menonjol adalah patagium , atau membran , yang memanjang dari jari kelima kaki pertama. . Ketika kaki terentang , membran ini memungkinkan sugar glider meluncur jarak yang cukup jauh .Ada empat kelenjar bau , yang terletak frontal ( dahi ) , sternum ( dada ) , dan dua paracloacal ( terkait dengan , tetapi bukan bagian dari kloaka ) . Ini digunakan untuk tujuan tanda, terutama oleh laki-laki . Kelenjar frontal mudah dilihat pada laki-laki dewasa sebagai botak . Betina memiliki marsupium ( kantong ) di tengah perutnya untuk membawa keturunan. [ 11 ]

Tips Merawat Sugar Glider 

Pernah mendengar nama 'Sugar Glider'? Sugar Glider adalah sejenis tupai pohon kecil yang hidup di hutan belantara Australia, Indonesia (Papua), Papua Nugini, hingga Tasmania. Binatang yang biasa disingkat dengan 'SG' ini memang belakangan sangat populer untuk dipelihara, lantaran bentuknya yang menggemaskan dan imut membuat banyak penyayang binatang berebut untuk memeliharanya.
Bagi Anda yang kebetulan tertarik untuk memelihara hewan menggemaskan ini, mungkin ada baiknya mengetahui dulu cara merawat binatang yang memiliki nama ilmiah Petaurus brevicep ini. Hal ini memang wajib diketahui, guna menghindarkan hewan kesayangan kita dari penyakit. Nah, bagi Anda yang ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana cara merawat SG, berikut ini adalah tipsnya:         
1. Kandang

Perlu diketahui, bahwa Sugar Glider (SG) sangat menyukai aktivitas memanjat dan melompat, otomotis kandang yang digunakan semakin besar dan tinggi akan semakin bagus. Ukuran kandang bisa digunakan dengan ukuran jeruji yang cukup kecil (sekitar 1,2 cm) untuk mencegah SG keluar dari kandang. Di dalam kandang sebaiknya diletakkan cabang/dahan-dahan pohon agar SG bisa memanjat dan bermain-main. Sebaiknya hindari dahan yang diambil dari tanaman yang menghasilkan getah karena bisa membahayakan kesehatan dari hewan ini. Selain itu, bisa diletakkan juga kotak sarang agar SG bisa bersembunyi. Bahan sarang bisa dari apa saja, antara lain pot keramik yang dilubangi, kayu berlubang, pipa paralon dan lain-lain. Selain itu, kandang bisa dilengkapi dengan mainan seperti wheel untuk hamster dan mainan-mainan lainnya agar SG bisa bermain-main.

Merawat SG harus telaten lho./ Foto: Novri TNOLMerawat SG harus telaten lho./ Foto: Novri TNOLPada dasarnya kandang SG bisa ditaruh di dalam ruangan ataupun diluar ruangan, namun hindarilah menempatkan SG di dalam ruangan ber-AC. Perhatikanlah kebersihan kandang untuk menghindari bau yang tidak enak (biasanya dari teritorial marking sang pejantan). Jika kandang yang digunakan tidak terlalu besar, biarkan SG untuk bermain-main di luar kandang setiap hari selama beberapa menit (dalam hal ini sudah harus jinak dahulu) dan kalau bisa diletakkan di tempat yang cukup tinggi seperti di atas meja.

2. Makanan dan minuman
Sugar Glider adalah hewan omnivora. Makanannya bisa berupa buah-buahan seperti pisang atau bisa juga serangga sebagai makanan pelengkap. Buah yang bisa diberikan kepada SG adalah buah-buahan yang manis seperti pepaya, anggur, melon, apel, pear dan lain-lain. Hindari buah yang berasal dari jenis jeruk, alpukat, dan jenis bawang-bawangan karena bisa membahayakan kesehatan SG. Selain itu, SG juga bisa juga diberikan umbi-umbian seperti bengkoang, wortel rebus, ataupun ubi rebus.

Setelah terbiasa, SG bakalan asyik buat diajak bermain./ Foto: Novri TNOLSetelah terbiasa, SG bakalan asyik buat diajak bermain./ Foto: Novri TNOL3. Menjinakkan Sugar Glider

Pada hari pertama SG tiba di rumah, sebaiknya dibiarkan dulu selama 1-2 hari untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga dia tidak merasa asing lagi. SG juga bisa diletakkan di ruangan di mana kita biasa melakukan aktivitas sehari-hari . Setelah terbiasa, kita bisa mulai mencoba untuk menawarkan treat berupa jangkrik atau ulat. Setelah SG terlihat lebih tenang, perlahan-lahan masukkan tangan ke dalam kandang, dan makanan diletakkan di atas telapak tangan sampai Sugar Glider mau menghampiri. Biasanya pada siang hari saat tidur, SG lebih tidak aktif. Perlahan masukkan tangan dan lihat reaksinya. Jika tidak ada reaksi mengancam, perlahan-lahan sentuh bagian tubuhnya (dielus perlahan). Cara lain adalah dengan memberikan kantung untuk Sugar Glider, bisa dari kaos kaki. Sugar Glider sangat suka bersembunyi di dalamnya. Setelah itu kita bisa membawanya di dalam kantong tersebut melakukan aktivitas sehari-hari kita. SG bisa diletakkan dalam kantong celana yang tidak terlalu ketat. Intinya dibiasakan agar Sugar Glider kenal dengan bau kita, dan pada saat tidur itu dia merasa cukup tenang. Setelah terbiasa, Sugar Glider biasanya akan lebih jinak dan bisa diajak bermain-main.

 

 
Read More ->>

musang pandan

Musang luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh bulan (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris.



Pemerian


Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus.
Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.
Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.
Hewan betina memiliki tiga pasang puting susu.

Kebiasaan

Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat dan bersifat arboreal, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah. Musang juga bersifat nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan dan lain-lain aktivitas hidupnya.
Dalam gelap malam tidak jarang musang luwak terlihat berjalan di atas atap rumah, meniti kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke lain bangunan, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah. Musang luwak juga menyukai hutan-hutan sekunder.
Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri ayam, walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya, pisang, dan buah pohon kayu afrika (Maesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah aneka serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.
Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang keras, seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka biji-bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon musang luwak memilih buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah kopi luwak dari Jawa, yang menurut cerita dari mulut ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang luwak, dan telah mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya!
Musang luwak, menurut lukisan dalam buku William Marsden (1811), The History of Sumatra.
Akan tetapi sesungguhnya ada implikasi ekologis yang penting dari kebiasaan musang tersebut. Jenis-jenis musang lalu dikenal sebagai pemencar biji yang baik dan sangat penting peranannya dalam ekosistem hutan.
Pada siang hari musang luwak tidur di lubang-lubang kayu, atau jika di perkotaan, di ruang-ruang gelap di bawah atap. Hewan ini melahirkan 2-4 anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri.
Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, musang luwak mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya

 

Read More ->>

varanus salvadori

Varanus salvadorii adalah biawak ditemukan di New Guinea. Hal ini juga dikenal dengan nama umum Monitor Salvadori itu , memantau buaya , Papua ( n ) memantau, dan artellia . [ 4] kadal monitor terbesar di Nugini , diyakini menjadi salah satu kadal terpanjang di dunia , mencapai up menjadi 244 cm ( 8,01 kaki) . Ini adalah satu-satunya anggota dari Papusaurus subgenus . V. salvadorii adalah kadal arboreal dengan tubuh hijau gelap dan band kekuningan , moncong tumpul dan ekor yang sangat panjang . Ia tinggal di rawa-rawa bakau dan hutan hujan pesisir di bagian tenggara pulau , di mana ia makan pada burung , mamalia kecil , telur , dan bangkai di alam liar , menggunakan gigi lebih baik disesuaikan daripada kebanyakan monitor untuk menangkap mangsa yang bergerak cepat . Seperti semua monitor , memiliki ciri anatomi yang memungkinkan untuk bernapas lebih mudah saat berjalan dibandingkan kadal lain bisa, dan V. salvadorii mungkin memiliki stamina lebih besar dari kebanyakan monitor . Sedikit yang diketahui reproduksi dan pengembangan , sebagai spesies yang sangat sulit untuk berkembang biak di penangkaran .
V. salvadorii terancam oleh deforestasi dan perburuan liar , dan dilindungi oleh perjanjian CITES . Kadal ini diburu dan dikuliti hidup-hidup oleh suku untuk membuat drum , yang menggambarkan monitor sebagai roh jahat yang " memanjat pohon , berjalan tegak , bernafas api , dan membunuh manusia " , namun suku mempertahankan bahwa monitor memberikan peringatan jika ada buaya dekatnya.
Read More ->>

ular welang/cincin emas

Welang (Bungarus fasciatus) adalah nama sejenis ular berbisa anggota suku Elapidae. Umum biasa menyebutnya sebagai ular belang (Ind.) atau oray belang (Sd.), nama yang sedikit banyak menyesatkan karena digunakan pula untuk menyebut ular lain yang serupa dan berkerabat dekat: ular weling (Bungarus candidus).
Kedua ular ini memang mirip bentuk dan warnanya. Nama welang dan weling (dari bahasa Jawa) menunjuk kepada pola belang hitam-putih (atau hitam-kuning) yang berlainan. Pada ular welang, belang hitamnya utuh berupa cincin dari punggung hingga ke perut; sedangkan pada ular weling belang hitamnya hanya sekedar selang-seling warna di bagian punggung (dorsal), sementara perutnya (ventral) seluruhnya berwarna putih.
Dalam bahasa Inggris, ular welang dikenal sebagai Banded Krait. Sementara nama ilmiahnya, Bungarus fasciatus, berasal dari kata dalam bahasa Telugu (India) bungarum yang berarti ‘emas’, merujuk pada belang warna kuning di tubuhnya[2], dan kata bahasa Latin fasciata yang berarti ‘berbelang’ (fascia, belang atau pita).[3]
Ular yang berukuran sedang, dengan panjang maksimum yang tercatat 2125 mm; akan tetapi umumnya ular dewasa hanya sekitar 1,5 m atau kurang. Sekitar sepersepuluh dari panjang itu adalah ekornya, yang berujung tumpul buntek.[4] Bentuk badan menyegitiga, dengan punggung yang membentuk sudut di atas. Berwarna menyolok, belang-belang hitam kuning (atau hitam putih), kurang lebih sama lebar antara kedua warna itu. Warna hitamnya terus bersambung hingga ke sisi perutnya (lihat gambar no. 6 di bawah), kecuali pada sepertiga bagian muka tubuhnya. Kepala lebar dan gepeng dengan pola di atasnya seperti anak panah berwarna hitam (gambar no.2), dan bibir yang berwarna kekuningan atau keputihan kusam.[5][3]
Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (di atas tulang punggung) membesar dan berbeda bentuknya dari sisik-sisik dorsal yang lain, membentuk semacam gigir di atas punggung (gambar no 5). Sisik-sisik ventral (perut) 200—234 buah, sisik anal tunggal, dan sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 23—39 buah, tak berpasangan. Sisik-sisik labial (bibir) atas 7 buah, no-3 dan -4 menyentuh mata.[5]

Penyebaran, habitat dan perilaku

Ular welang diketahui menyebar luas mulai dari India, Bhutan, Nepal, Bangladesh, Cina bagian selatan (termasuk Hong Kong, Hainan, dan Makao), Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Borneo).[6]
Sebaran ular ini meliputi wilayah-wilayah dekat pantai hingga daerah bergunung-gunung sekurangnya sampai ketinggian sekitar 2.300 m dpl., namun umumnya lebih kerap dijumpai di dataran rendah. Ular welang menghuni wilayah-wilayah perbatasan antara hutan-hutan dataran rendah yang lembap dengan yang lebih kering, hutan-hutan pegunungan, semak belukar, rawa-rawa, daerah pertanian, perkebunan dan persawahan. Tidak jarang pula dijumpai dekat permukiman, jalan raya atau sungai.[7]
Mangsanya terutama adalah jenis-jenis ular lainnya, meskipun ular ini mau juga memakan aneka jenis reptil, kodok, serta kadang-kadang ikan, dan telur. Ular welang terutama aktif berburu di malam hari (nokturnal) di atas tanah (terestrial), dan pada siang hari bersembunyi di bawah tumpukan kayu atau batu.[7] Di India, ular ini diketahui tidur di rerumputan tinggi, lubang-lubang dan juga di saluran air. Di antaranya, ular welang juga memangsa ular jali (Ptyas korros).[2]
Hanya sedikit yang diketahui mengenai perbiakannya. Di Burma, dalam suatu penggalian, seekor ular welang betina ditemukan tengah ‘mengerami’ empat butir telurnya, yang kemudian menetas di bulan Mei. Anaknya yang baru menetas berukuran antara 298—311 mm.[8]
Dilaporkan bahwa ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit orang di siang hari, namun agresif di malam hari. Bila diganggu, biasanya ular ini akan menyembunyikan kepalanya di bawah tumpukan tubuhnya yang bergelung.[5][3] Akan tetapi hal ini tak dapat dijadikan pegangan mengingat sifat-sifat ular yang amat bervariasi dari individu ke individu dan sukar untuk diramalkan. Ular welang dikategorikan amat berbahaya karena bisanya yang bersifat mematikan, meskipun laporan kematian pada manusia akibat gigitan ular ini termasuk rendah.[7][2]
Mengingat reputasinya, nama ular ini diabadikan sebagai salah satu kapal perang TNI-AL, yakni KRI Welang.

 


Read More ->>

ular sendok/cobra

Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).
Istilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis pada abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan lain-lain bahasa Eropa.
Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.

Ragam Jenis dan Penyebarannya

Kobra biasanya berhabitat daerah tropis dan gurun di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5 meter. King-cobra bahkan dapat tumbuh sampai dengan 5,6 m, dan merupakan jenis ular berbisa terbesar di dunia.
Asia memiliki banyak jenis kobra, sekurang-kurangnya dua jenis kobra sejati didapati di Indonesia. Jenis-jenis itu di antaranya:
1. Kobra india (Naja naja),
berwarna abu-abu kehitaman, kobra ini mempunyai pola gambar kacamata di belakang tudungnya. Menyebar di India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka.
2. Kobra asia-tengah (Naja oxiana)
menyebar mulai dari Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Iran, Afganistan, Pakistan, hingga ke India utara.
3. Kobra kaca-tunggal (Naja kaouthia)
alih-alih kacamata, pola gambar di punggungnya berupa kaca-tunggal, yakni pola lingkaran konsentrik mirip huruf O. Ular ini menyebar mulai dari Nepal, India timur laut, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam bagian selatan, Tiongkok selatan, dan bagian utara Malaysia.
4. Kobra burma (Naja mandalayensis)
menyebar terbatas di sekitar kota Mandalay. Mampu menyemburkan bisa (spitting cobra).
5. Kobra andaman (Naja sagittifera)
menyebar terbatas di Kep. Andaman
6. Kobra tiongkok (Naja atra)
menyebar di Tiongkok selatan, bagian utara Vietnam, dan Laos.
7. Kobra siam (Naja siamensis)
menyebar di Thailand, Kamboja, sebagian Laos, dan Vietnam bagian selatan. Kerap menyemburkan bisa.
8. Ular sendok sumatra (Naja sumatrana)
juga kerap menyemburkan bisa. Menyebar mulai dari bagian paling selatan di Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya, Borneo, hingga Palawan dan Kep. Calamian di Filipina.
9. Ular sendok jawa (Naja sputatrix)
kerap menyemburkan bisa (bahasa Latin sputare, meludah). Menyebar mulai dari Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores hingga Alor. Kemungkinan juga di pulau-pulau sekitarnya.
10. Kobra filipina (Naja philippinensis)
Sangat berbisa. menyebar di bagian utara dan barat Filipina, di pulau-pulau Luzon, Mindoro, Marinduque, Masbate, dan mungkin pula di Calamian dan Palawan.
11. Kobra mindanao (Naja samarensis)
menyebar di bagian selatan dan timur Filipina, di pulau-pulau Mindanao, Samar, Leyte, Bohol dan sekitarnya.
Sedangkan kobra dari Afrika di antaranya:
12. Kobra mesir (Naja haje)
ular ini dikenal pula dengan nama lain, asp, dan terkenal dalam sejarah karena digunakan oleh Cleopatra, ratu Mesir, untuk bunuh diri.
13. Naja melanoleuca
14. Naja annulifera
15. Naja nigricollis, kobra penyembur dari Afrika.
16. Naja mossambica, kobra Mozambik
17. Naja nivea

Bisa Ular sendok

Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

Gejala-gejala Keracunan

Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.

 


 


 

Read More ->>

ular sanca

Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok ular peraca (Python curtus group: P. curtus, P. brongersmai dan P. breitensteini) di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Dua spesies yang lain bertubuh relatif panjang, pejal berotot: P. molurus (sanca bodo) dan P. reticulatus. Kedua-duanya menyebar dari Asia hingga Sunda Besar, termasuk Jawa. P. molurus memiliki pola kembangan yang berbeda dari reticulatus, terutama dengan adanya pola V besar berwarna gelap di atas kepalanya. Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (reticula, jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret; sisik-sisik ventral (perut) sebanyak 297-332 buah, dari bawah leher hingga ke anus; sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai rostral (sisik di ujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk lubang penghidu bahang (heat sensor pits) yang dalam (Tweedie 1983).
Read More ->>

Pages

eko sudaryanto. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Blue Fire Pointer welcome to my blog